Sebentar lagi masuk tahun ajaran baru. Sebagai orang tua yang mempunyai anak siap masuk ke jenjang sekolah dasar tentu disibukkan dengan urusan pendaftaran dan menyiapkan segala keperluan sekolah si Sulung. Di sela-sela kesibukan tersebut sempat teringat masa kecikku ketika hari pertama masuk Madrasah Ibtidaiyah. Bagi yang belum tahu, MI itu sederajat dengan SD tapi jumlah mata pelajarannya lebih banyak. Bapak memilih menyekolahkanku ke Madrasah meski jarak sekolah itu lumayan jauh dari rumah. Alasannya agar aku mendapat lebih banyak pelajaran agama seperti Fiqih dan Qur'an Hadits. Pagi itu aku harus menghampiri teman sepermainan untuk berangkat ke sekolah bersama-sama. Zaman dulu sudah biasa anak usia SD berangkat sekolah sendiri. Jarak yang harus aku tempuh untuk sampai ke rumah temanku sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya satu kali belokan. Namun, persis di belokan tersebut ada satu rumah yang memelihara angsa dalam jumlah banyak. Selama ini aku tidak pernah takut saat melintasi rumah tersebut karena pemilik rumah selalu menaruh semua angsanya di kandang samping rumahnya. Tapi tidak dengan hari itu.
Suasana pagi itu sangat lengang. Mungkin aku berangkat terlalu pagi. Sebagian orang masih sibuk di dalam rumah. Aku sudah mulai was-was ketika mendekati belokan ke rumah temanku. Pasalnya aku melihat seekor angsa berada di luar pagar rumah pemiliknya. Mendengar suara angsa bersahutan membuat gadis cilik sepertiku semakin ketakutan. Pertanda tidak hanya satu ekor saja yang lepas dari kandangnya. Ternyata memang benar, rombongan angsa siap keluar dari pagar yang terbuka. Irama jantung sudah tidak beraturan saat mulai melewati gerombolan angsa tersebut. Mata mulai berkaca-kaca ketika langkah kaki semakin dekat dengan angsa-angsa itu. Sejurus kemudian aku berlari sembari menangis histeris, karena tiba-tiba rombongan angsa itu mengejarku. Aku terus berlari sampai ada seorang bapak menolongku. Dia mengusir angsa-angsa yang mengejarku.
BACA JUGA : Kebahagiaan Mereka Adalah Kebahagianku
Aku diajak duduk di teras rumah bapak itu. Kemudian aku disodori segelas air minum supaya lebih tenang. Aku yang masih syok tak bisa berhenti menangis. Akhirnya aku diantar pulang ke rumah oleh bapak itu. Setelah sampai di rumah, aku baru sadar sepatuku sebelah kiri hilang. Kata bapak yang menolongku, kemungkinan besar sepatuku dibawa oleh salah satu angsa. Karena bapak itu tidak menemukan sepatuku di lokasi kejadian. Hari itu aku gagal berangkat ke sekolah. Keinginan untuk bertemu teman-teman baru di hari pertama masuk sekolah tidak terlaksana.
Kejadian itu meninggalkan trauma tersendiri buatku hingga sekarang. Aku akan panik bila melihat angsa. Bahkan bulan kemarin aku berteriak histeris ketika bertemu segerombolan angsa di jalan. Padahal saat itu aku sedang dibonceng suami menggunakan motor. Insiden bersama angsa di masa lalu sulit untuk dilupakan. Aku akan selalu mengingat angsa itu saat musim masuk ajaran baru seperti sekarang ini. Inilah pengalaman yang tak terlupakan di masa lalu ketika masuk Sekolah Dasar untuk pertama kali. Bagaimana dengan kalian?
Wah Mba di kampungku ada teman yang pelihara angsa. Aku juga pernah dikejar sampe jatoh. Sekarang kalo mau ke rumahnya aku pastikan dulu angsanya ga dilepas.
ReplyDelete