Sebagai umat Islam, mungkin sudah berkali-kali mendengar
atau membaca peristiwa Isra’ Mi’raj. Sekedar mengingatkan kembali bahwa Isra’ Mi’raj
merupakan peristiwa suci, dan bukan sekedar perjalanan biasa bagi Nabi Muhammad
SAW. Perjalanan sejarah yang akan menjadi titik balik kebangkitan dakwah Rasul.
Bahkan disebutkan bahwa Isra’ Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan
terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah, selain Hijrah dan Haji Wada. Peristiwa
Isra’ Mi’raj terbagi dalam dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra’ Nabi
Muhammad “diberangkatkan” Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dengan
menunggangi burqa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad dinaikkan sampai ke Sidratul
Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Disini beliau mendapatkan perintah
langsung untuk menunaikan sholat lima waktu. Dan peristiwa tersebut hanya
terjadi satu malam.
Bagi umat Islam, peristiwa Isra’ Mi’raj adalah proses peneguhan iman. Meyakini dua peristiwa besar yang susah diterima akal sehat adalah sebuah proses pendewasaan iman. Peristiwa menakjubkan yang dikabarkan oleh seorang nabi adalah sebuah kebenaran. Jika kita benar-benar mencintai sang nabi, maka sudah sepatutnya kita percaya sepenuhnya kepada beliau.
KH.Zainuddin MZ. dalam salah satu ceramahnya memberikan analogi bagaimana kita memahami peristiwa Isra’ Mi’raj. Beliau menganalogikan seekor semut yang berada dalam saku seseorang dan orang tersebut sedang melakukan perjalanan bolak balik dari kota A ke kota B dalam beberapa jam saja. Ketika kembali ke kota A, semut itu bercerita kepada sekelompok semut bahwa ia telah melakukan perjalanan yang sangat jauh dalam beberapa jam. Maka sekelompok semut tidak akan dengan mudah mempercayai cerita seekor semut tersebut. Karena sudut pandang yang dipakai adalah dari diri mereka sendiri, hanya seekor semut. Begitu juga dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Sebuah peristiwa yang terjadi karena otoritas Allah SWT. Semua terjadi atas kemauan Allah tanpa harus tunduk pada hukum sebab akibat. Jadi dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, yang aktif adalah Allah, sedangkan Nabi Muhammad SAW hanya menjalani apa yang sudah dikehendaki oleh Allah. Hal ini bisa dilihat dari awal proses “diberangkatkan” nya beliau Isra’ sampai diangkat ke langit.
Otoritas Allah dalam peristiwa Isra’ Mi’raj akan mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan kita juga ada otoritas Allah di dalamnya. Sebagai manusia yang identik dengan makhluk sejuta kemauan, kadang kita lupa bahwa tidak semua apa yang kita mau akan mudah mendapatkannya. Ada beberapa kemauan kita yang tidak terlaksana sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Karena kemauan kita tidak sejalan dengan kemauan Allah. Jika kita ingin kemauan Allah sejalan dengan kemauan kita maka kita harus dekat denganNYA. Dan cara kita mendekat adalah dengan menunaikan ibadah sholat 5 waktu. Ibadah yang diperintahkan oleh Allah dengan memanggil Rasulullah secara langsung lewat peristiwa Isra’ Mi’raj.
Kedudukan sholat dalam agama ibarat kepala dalam tubuh. Jika anggota tubuh lain yang tidak ada, kita masih bisa bertahan namun berbeda halnya dengan kepala. Bisa disimpulkan sendiri apa yang terjadi bila tubuh tanpa kepala. Selain itu, sholat juga mengajarkan kita untuk rendah hati. Seberapa tinggi kedudukan seseorang, jika sedang mendirikan sholat, maka ia tetap akan meletakkan kepala lebih rendah dari anggota tubuh lain saat sujud. Dan yang paling penting sholat memberikan ketenangan dalam hidup, karena sholat menjadi penyeimbang ketika ambisi dan emosi tak terkendali.
Ibarat bangunan. tanpa tiang bangunan tidak akan berdiri. Begitu pun dengan kehidupan, tanpa shalat hidup akan ambruk dan hancur
ReplyDeletebetul banget
DeleteAnalogi KH zainuddin MZ sederhana namun bisa diterima akal ya Tik.
ReplyDeleteiya keren pak ustadz
DeleteMemang peristiwa Isra' Mi'raj sulit diterima akal, ya, kecuali kalo kita memang sudah benar2 percaya pada Nabi Muhammad SAW.
ReplyDeleteiya,kalau sudah cinta dengan beliau,harus percaya sepenuhnya ya mbak. ☺
Delete