Libur telah usai, itu artinya anak-anak sudah kembali ke sekolah dan mengumpulkan kembali buku rapornya. Aku ingin bercerita tentang pengalaman mengambil rapor Agha saat liburan kemarin. Si sulung Agha memang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak, tapi aku sebagai orang tua sangat antusias mengetahui hasil evaluasi belajarnya di sekolah selama satu semester. Momen mengambil rapor adalah momen spesial hingga tidak disarankan pengambilannya tidak diwakilkan kepada orang lain selain orang tua murid sendiri. Rapor Agha diambil tidak sesuai dengan jadwal pengambilan rapor di sekolah. Karena si adik Gia sedang sakit saat hari pengambilan rapor tiba. Sehingga aku tidak bisa ke sekolah sementara suami ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal karena berkaitan dengan pembagian rapor juga di sekolah tempatnya bekerja. Akhirnya tiga hari kemudian Ayah yang menemui wali kelas Agha di sekolah untuk mengambil rapor karena adik belum sembuh juga. Rapor diambil tanpa bunda.
Setelah pulang mengambil rapor Agha, suami bercerita seputar perkembangan si sulung di sekolah selama enam bulan terakhir. Ibu guru wali kelas menjelaskan secara detail kepada suami tentang perkembangan Agha ditinjau dari banyak aspek. Memang perkembangan Agha memuaskan di beberapa aspek yang membuatku tersenyum lega. Tapi ada beberapa catatan kecil dari bu guru yang menjadi bahan evaluasi. Itu artinya ada pe er yag harus dituntaskan di rumah dan itu adalah tugas orang tua. Selain berusaha untuk memperbaiki sesuatu yang menjadi catatan kecil perkembangan anak, ada 3 Hal yang aku lakukan
Mengapresiasi Hasil Usaha Anak
Ketika membaca lembar demi lembar laporan perkembangan si sulung Agha di TK B, yang aku lakukan adalah mengapresiasi hasil belajarnya selama satu semester. Berterima kasih kepada anak karena telah melewati setiap proses belajar di sekolah dengan senang hati. Aku yakin dia sudah berusaha melakukan yang terbaik selama ini. Tidak berlebihan jika aku melontarkan beberapa pujian untuk poin-poin yang aku rasa mendapat hasil yang memuaskan sesuai yang tercantum dalam rapornya. Aku dan suami juga memberikan hadiah yang membuat hatinya senang. Hadiah itu tidak harus barang mahal. Bagi Agha, hadiah spesial itu diperbolehkan membeli beberapa item es krim kesukaannya. Memang selama ini aku membatasi konsumsi es krim dengan alasan tertentu. Selain itu aku dan suami juga mengajak dia menghabiskan liburan di tempat yang ia pilih sendiri. Tentu tempat yang ia sukai karena bisa bermain sepuasnya. Agha puas karena bisa bebas Berlari, lompat sana-sini, dan mendapat teman-teman baru. Selain itu, aku dan suami juga memperbolehkan agha menggunakan kamera bunda untuk hunting foto ala dia sendiri. Bisa jepret sana-sini sepuasnya menggunakan kamera bundanya adalah hal yang membuat dia senang sekali. Sesekali dia antusias menunjukkan hasil jepretannya. Satu hal lagi yang membuat agha sumringah adalah bebas memakai tabletnya selama 2 minggu liburan. Biasanya ia hanya bisa menggunakannya hari sabtu dan minggu saja. Itulah cara aku dan suami mengapresiasi hasil rapor agha semester ini.
Berdamai Dengan Kekurangannya
Meskipun hasil rapor agha terbilang memuaskan bukan berarti tidak ada "catatan kecil" yang diberikan oleh ibu gurunya. Catatan kecil itu adalah hasil evaluasi bu guru terkait kekurangan yang dimiliki Agha. Aku menyebutnya catatan kecil karena beberapa poin yang dijelaskan bu guru saat penerimaan rapornya memang aku akui sebagai kekurangan yang harus diperhatikan sebagai orang tua. Tapi tidak mengurangi penilaianku terhadap hasil rapornya. Aku mencoba berdamai dengan kekurangan anakku. Mengakui bahwa setiap anak punya sisi kelemahan. Menuntut hasil rapornya sempurna justru itu yang tidak realistis. Karena dia juga manusia biasa yang tak sempurna. Meskipun berdamai dengan kekurangannya, tetapi aku tetap berusaha melakukan saran dari bu guru untuk melakukan beberapa stimulasi di rumah selama liburan untuk memperbaiki kekurangannya. Namun aku tidak menyalahkan anakku jika sudah berusaha memperbaiki tapi hasilnya kurang memuaskan. Anak terlahir dengan potensinya sendiri, tentu berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Begitu juga dengan Agha. Dia punya kekurangan di bidang seni terutama menggambar dan mewarnai. Tapi aku yakin dia unggul di bidang lain. Biarlah aku berdamai dengan kekurangannya tersebut.
Fokus Dengan Kelebihannya
inilah poin penting yang harus aku perhatikan sebagai orang tua. Fokus dengan kelebihan yang dimiliki anak. Sangat naif bila terpaku dengan secuil kekurangannya sementara dia punya segudang kelebihan. Agha sejak umur tiga tahun sudah terlihat potensinya di bidang bahasa. Dia sangat cepat menghafal kosa kata baru bahkan yang berasal dari bahasa asing sekalipun. Jauh sebelum dia bisa baca tulis dia sudah menguasai banyak perbendaharaan kata lewat proses listening yang dia lakukan. Agha tipe anak auditory yang cepat sekali menghafal sesuatu hanya dengan mendengarkannya beberapa kali. Aku ingat saat ia dengan fasih mengucapkan beberapa kata dalam bahasa korea karena sering mendengarkan dari drama korea yang aku tonton. Bahkan sekarang dia bisa memahami dialog berbahasa inggris atau jepang dalam film yang ia tonton. Sesekali menirukan percakapan yang ada dalam film animasinya. Padahal aku tidak pernah mengajari secara khusus bahasa asing kepadanya. Selain itu, ia juga suka mendiskripsikan sebuah gambar dengan bahasanya sendiri karena dia belum bisa membaca. Yupz ia bisa membuat sebuah cerita hanya berdasarkan gambar yang ia lihat di buku. Sejak saat itu aku menyadari bahwa kelebihan agha adalah bidang bahasa. Terlebih lagi semenjak masuk TK kemampuan berceritanya semakin bagus. Aku dan suami lebih memilih fokus dengan kelebihan agha dari pada mengutuk kekurangannya. Rasanya kurang bijak jika menuntut ia menjadi serba bisa tanpa sebuah kekurangan.
Itulah 3 caraku dan suami menyikapi hasil rapor anak. Sehingga tidak akan muncul rasa kecewa ketika melihat lembar demi lembar hasil belajar anak selama satu semester. Hasil memang penting tapi proses belajar yang dilalui anak selama satu semester lebih penting. Begitulah pemikiranku dan suami sebagai orang tua yang masih terus belajar menjadi orang tua bijak.
Itulah 3 caraku dan suami menyikapi hasil rapor anak. Sehingga tidak akan muncul rasa kecewa ketika melihat lembar demi lembar hasil belajar anak selama satu semester. Hasil memang penting tapi proses belajar yang dilalui anak selama satu semester lebih penting. Begitulah pemikiranku dan suami sebagai orang tua yang masih terus belajar menjadi orang tua bijak.
Setujuh mbak, kalau sedari kecil memperhatikan kelebihan anak dan bisa diasah terus ntar bakatnya bisa makin top deh, ntar bisa berapa bahasa ya si Agha? Ajarin onti bahasa Jepang ya kak, hehehhe
ReplyDeleteDisampingnya itu stimulasi kekurangan anak perlu banget, poin penting untuk memaksimalkan kemampuan anak diusianya��
Saya kira rapot bukanlah satu satunya aspek penilaian perkembangan otak anak, ada banyak kelebihan hal lain yang dimiliki oleh anak yang tentunya tidak termasuk penilaian rapot
ReplyDeleteRasanya perlu banget baca artikel begini sebagai persiapan mental saya ketika anak nanti bersekolah dan tiba saatnya ambil rapor. Mengingat sewaktu kecil saya agak terobsesi punya nilai bagus di rapor tapi hasilnya sering enggak sesuai harapan. Semoga saya jangan terobsesi sama rapor anak yaaa :P
ReplyDelete