Awal masuk SMA itu identik dengan teman baru, bangga akhirnya memakai seragam abu-abu, dan tentunya Masa Orientasi Siswa (MOS). Masih ingat apa yang berkesan saat MOS? Bagiku demo ekskul adalah bagian yang ditunggu-tunggu. Karena aku tipe remaja yang gak bisa diam, saat awal masuk sekolah baru yang dipikir adalah daftar kegiatan ekstrakurikuler yang akan aku ikuti. Dari beberapa demo ekskul, yang paling berkesan buatku adalah Ekskul Teater.
Demo teater yang diawali dengan ruangan yang di setting gelap, backsound yang bernuansa horor, hingga kemunculan pemain dengan teriakan histeris. Selama demo berlangsung selalu penasaran dengan alur ceritanya. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Pemain akan muncul dari sisi mana? Bagaimana bisa kakak-kakak senior itu bisa berakting sedemikian rupa? Dan masih banyak lagi pertanyaan di benakku. Demo ekskul teater yang singkat itu sukses membuat jantungku berdetak lebih kencang sekaligus terpesona. Bisa dibilang kesan pertama begitu menggoda. Aku pun memutuskan bergabung dengan Teater Anak Sekolah (TAS), nama ekskul teater di sekolah baruku.
Bergabung dengan teater itu ternyata tidak sesederhana apa
yang aku bayangkan. Ketika memutuskan menjadi bagian dari Teater TAS, harus
siap pasang muka tembok dan juga harus kreatif serta tahan banting. Lha diklat
awal saja harus bisa akting jadi orang gila keliling Kota Pare. Kebayangkan gimana
harus menahan malu kalau ketemu tetangga, teman, apalagi gebetan hahaha. Belum lagi
saat latihan rutin atau bahkan di atas panggung
kita harus bisa improvisasi alias
spontanitas berdialog dengan lawan main, karena kita hanya di briefing
alur ceritanya saja. Yang gak kreatif
dan gak mau terus belajar apalagi
anak mami pasti cuma betah ikut bulan pertama saja.
Bagi anak teater, kreativitas adalah sesuatu yang harus
terus ada. Karena setiap pementasan baik di dalam lingkungan sekolah, di luar
sekolah, ataupun pementasan di luar kota hampir sebagian besar adalah
improvisasi masing-masing pemain. Tidak hanya soal dialog saja, tapi urusan
kostum pun harus kreatif. Bila pementasan tersebut resmi (baca : lomba),
dituntut lebih kreatif lagi. Aku pernah terpilih menjadi salah satu pemain
untuk sebuah lomba yang bertempat di sebuah kampus di Surabaya. Anak SMA dari
daerah pasti senang lah kalau ada info akan ada lomba teater di Surabaya, bisa
sekalian jalan-jalan.
Jadi usaha untuk bisa terlibat dalam pementasan itu pun dimulai. Diantaranya harus kreatif dalam berimprovisasi saat casting pemain. Iya, aku harus bersaing dengan anggota teater yang lain lewat casting pemeran. Alhamdulillah aku lolos terpilih menjadi salah satu pemeran utama dalam pementasan tersebut. Karena pementasan resmi ternyata kita tidak bisa berimprovisasi dalam hal dialog dengan lawan main. Ada naskah yang harus aku hafal. Dan tebalnya sudah seperti buku latihan soal-soal ujian nasional aja. Waktu yang diberikan untuk menghafal kurang dari satu bulan. Sebisa mungkin harus hafal dialog tanpa ada kesalahan. Wuih tiap hari aku latihan reading dong di rumah. Membaca naskah dengan intonasi naik turun setiap hari sudah mirip orang gila yang mengoceh aja.
Jadi usaha untuk bisa terlibat dalam pementasan itu pun dimulai. Diantaranya harus kreatif dalam berimprovisasi saat casting pemain. Iya, aku harus bersaing dengan anggota teater yang lain lewat casting pemeran. Alhamdulillah aku lolos terpilih menjadi salah satu pemeran utama dalam pementasan tersebut. Karena pementasan resmi ternyata kita tidak bisa berimprovisasi dalam hal dialog dengan lawan main. Ada naskah yang harus aku hafal. Dan tebalnya sudah seperti buku latihan soal-soal ujian nasional aja. Waktu yang diberikan untuk menghafal kurang dari satu bulan. Sebisa mungkin harus hafal dialog tanpa ada kesalahan. Wuih tiap hari aku latihan reading dong di rumah. Membaca naskah dengan intonasi naik turun setiap hari sudah mirip orang gila yang mengoceh aja.
Hari pementasan pun tiba. Di kampus besar dan sepanggung
dengan komunitas teater dari daerah lain di Jawa Timur sempat membuatku grogi.
Alhasil berpengaruh terhadap pementasanku. Di tengah pementasan aku lupa
beberapa dialog yang sudah aku hafal hampir sebulan. Tak ingin membuat lawan
main panik, aku segera berimprovisasi. Dan pementasan ditutup dengan tepuk
tangan dari penonton yang sebagian besar adalah mahasiswa kampus tersebut.
Lega rasanya aku dan teman-teman bisa menuntaskan pementasan di panggung sebesar itu, dengan para juri yang dengan seriusnya menyimak pementasan, memastikan setiap dialog yang kita lakukan apakah sesuai dengan naskah yang mereka pegang. Dari pementasan itu aku menyadari, bergabung dengan teater itu tak sekedar menyalurkan kreativitas tanpa batas. Ada beberapa keuntungan lain jika kita memilih ekskul teater di sekolah, yaitu:
Lega rasanya aku dan teman-teman bisa menuntaskan pementasan di panggung sebesar itu, dengan para juri yang dengan seriusnya menyimak pementasan, memastikan setiap dialog yang kita lakukan apakah sesuai dengan naskah yang mereka pegang. Dari pementasan itu aku menyadari, bergabung dengan teater itu tak sekedar menyalurkan kreativitas tanpa batas. Ada beberapa keuntungan lain jika kita memilih ekskul teater di sekolah, yaitu:
Percaya Diri
Ketika rasa malu untuk tampil di depan umum perlahan berganti
dengan mental berani, maka rasa percaya diri perlahan akan muncul. Rasa percaya
diri ini penting sekali di pupuk sejak dini karena akan berdampak juga pada
kehidupan kita di masa yang akan datang, tentunya setelah kita lulus sekolah
nanti. Dan bergabung dengan ekskul teater adalah pilihan yang tepat.
Mudah Beradaptasi
Lewat teater kita diajak bermain banyak peran. Mulai dari
peran sebagai polisi, hakim, pengacara, jaksa hingga peran sebagai orang gila.
Dengan berperan menjadi orang lain, kita akan belajar untuk memahami orang
lain. Sehingga dalam pergaulan sehari-hari kita mudah beradapatasi dengan
berbagai macam orang dengan karakter yang berbeda-beda tentunya.
Banyak Teman Baru
Bergabung dengan teater di
sekolah artinya kita mendapatkan teman-teman baru. Begitu juga bila ada
pementasan di luar sekolah atau di luar kota. Kita akan bertemu dengan
teman-teman baru dari komunitas teater dari sekolah lain.
Jadi Seleb di Sekolah
Jadi pemain teater di sekolah itu harus siap jadi seleb
dadakan lho ya. Hahaha. Apalagi kalau sedang tampil di acara sekolah sendiri. Pernah
suatu ketika di sepanjang perjalanan ke kantin banyak anak yang tiba-tiba
menyapaku. Aku hanya bisa membalas dengan senyuman karena aku tak tahu siapa
dan dari kelas berapa yang menyapaku dengan panggilan “jaksa” karena sehari sebelumnya aku berperan
sebagai seorang jaksa dalam pementasan sendratasik (seni,drama,dan musik),
sebuah event rutin yang diadakan oleh sekolah. Tidak hanya itu saja, ternyata
hasil rekaman lomba pementasan teater di Surabaya dijadikan bahan praktek ujian
sekolah kelas 3 oleh guru Bahasa Indonesia.
Bisa dipastikan dong kalau tampangku akan selalu muncul di semua ruang kelas 3.
Saat itu aku masih kelas 2 SMA. Rasanya pengen nutup muka pakai baskom setiap
bertemu dengan kakak kelas.
Itulah salah satu hal
kreatif yang aku lakukan ketika masih berada di bangku sekolah. Meskipun masih
banyak lagi yang aku lakukan, tapi panggung teater selalu punya tempat
tersendiri di hati. Panggung teater bukan panggung biasa. Disana dibutuhkan
kreativitas tanpa batas.
Iihh... Keren ya pengalaman teaternya. Aku cuma masuk di Rohis waktu SMEA. Sama PMR tapi cuma bentar kayaknya.
ReplyDeleteaku pecicilan mbak,gak ada tampang masuk rohis. hehehe
ReplyDeleteJadi inget dulu anak tim paskibra SMA kalau pas ultah sekolah mereka perform-nya bikin theater. Kami the cewek2 rese pun kadang neriakkin si jaka tarub, haha... dia nya yang malu kalau pas lewat depan kelas. Ikut theater emang bikin jadi seleb sekolah juga sih.
ReplyDeletenah bener kan jadi seleb skul hehehe
Deletewahh asyiknya ikut teater..saya blum pernah merasakan panggung teater...pengen sekali...heee
ReplyDeletesemoga kesempatan itu akan datang. tak ada yang tak mungkin kan mbak
DeleteWah saya jadi merindukan masa sma saya tepatnya SMK. Dulu juga saya anak kabaret waktu SMKnya. Tetapi lebih seringnya kebagian peran sebagai anak kecil hihihi
ReplyDeleteserunya masa remaja ya mbak
Delete