Bapak, begitu aku memanggilnya. Lelaki yang menghabiskan
separo lebih hidupnya di seberang pulau demi mewujudkan masa depan yang lebih
baik buat anak-anaknya. Bahkan hingga sekarang, di usia senjanya beliau masih
berat meninggalkan pulau yang menjadi saksi perjuangan hidupnya. Meskipun hanya
bisa bertemu bapak setahun sekali tapi sosok bapak tetaplah istimewa. Ya sejak
kecil aku tinggal terpisah dari kedua orangtuaku. Dengan alasan kualitas
pendidikan di Pulau Jawa lebih bagus, Bapak menitipkanku kepada nenek sejak
usia 6 tahun. Usia yang menurutku masih terlalu kecil untuk seorang anak
menjalani kehidupan yang jauh dari orangtuanya. Tapi aku yakin hal tersebut
bukan keputusan yang bisa diambil Bapak dalam
hitungan hari. Bapak sudah mempertimbangkannya dengan matang.
Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar, Bapak memanjakanku
dengan banyak hal. Selalu memastikan kebutuhan sekolahku selama setahun
terpenuhi. Bahkan tak ada permintaanku yang ditolaknya. Mungkin Bapak ingin
menebus rasa bersalahnya yang hanya bisa menemaniku seminggu dalam setahun. Ya,
bapak hanya pulang di bulan agustus dan hanya ada dirumah nenek selama
seminggu. Bapak akan kembali ke sebrang pulau bila telah selesai mengurus
segala keperluanku. Itu artinya saat hari raya tiba, Bapak tidak ada bersamaku.
Cukup menyedihkan bagi gadis kecil sepertiku yang melewati hari raya tanpa
bapak ibu.
Ketika remaja, sosok Bapak
sedikit berbeda di mataku. Bapak menjadi
orang yang aku takuti. Nada bicara Bapak selalu terdengar lebih tinggi saat menasehatiku.
Hal tersebut membuatku memilih bicara seperlunya dengan Bapak. Bahkan Bapak terkesan
tak begitu peduli dengan sekolahku, karena tak pernah sekalipun bapak bertanya
tentang sekolahku. Meskipun ternyata pemahamanku keliru. Bapak selalu
menanyakan perkembangan sekolahku kepada Ibu. Di usiaku saat itu hanya satu
yang aku tahu, Bapak semakin memanjakanku. Tak ada keinginanku yang tak
dikabulkan beliau. Aku selalu mendapatkan apapun keinginanku. Kelak hal
tersebut menjadi bumerang bagi diriku sendiri ketika sudah menikah dan menjadi
pertimbangan tersendiri dalam mendidik anak. Memberi apapun keinginan anak
menurutku bukan hal yang bijak.
Setelah menikah, aku baru menyadari banyak hal tentang sosok
Bapak. Ternyata selama ini bapak mengajarkan nilai-nilai kehidupan tidak hanya
dengan menasehati tapi memberi contoh secara langsung kepada anak-anaknya. Bagi
Bapak, pondasi dari semua pendidikan adalah pendidikan agama. Jadi bukan hal
yang aneh saat Bapak sampai mendobrak
pintu kamarku dan adik-adik sekedar memastikan kami bangun dan melaksanakan
sholat subuh. Bapak juga mengajarkan bahwa hidup itu harus banyak bersyukur dan
banyak memberi. Dan ketika memberi jangan berharap imbalan dari orang yang sama,
karena hanya sakit hati yang akan di dapat. Allah akan membalas kebaikan
kita dari tangan lain. Demikian yang
selalu ditekankan bapak. Bapak juga mencontohkan bagaimana cara memuliakan
tamu. Siapapun tamu yang datang ke rumah kami, maka bapak akan totalitas
menjamu tamu tersebut.
Sisi lain Bapak yang selalu membuatku rindu kehadirannya
adalah sosoknya yang humoris. Bapak bisa menghidupkan suasana dengan
celetukan-celetukannya saat berkumpul di ruang keluarga. Bapak juga pribadi yang selalu ingin belajar.
Semua dipelajari secara otodidak. Beliau rela begadang hanya sekedar ingin
membuat sebuah radio rakitan atau ingin cepat menguasai gadget pemberian
anaknya. Bapak adalah teman ngobrol yang asyik. Mulai dari bahas berita para
politikus sampai gosip artis beliau tahu. Dan pengetahuan musiknya luas.
Kebanyakan orang seusia bapak hanya paham atau suka musik dangdut atau
keroncong, tapi bapak musik yang lagi digandrungi anak muda pun hafal. Kadang
beliau memutar sebuah lagu pop dan memintaku menebak judul lagu sekaligus nama
penyanyinya. Akupun sering salah menebaknya. Padahal lagu itu lagu yang lagi
ngehits kata Bapak. Bapak selalu lebih unggul dalam hal musik. Bapak, engkau
selalu punya tempat tersendiri di hatiku. Lelaki yang ingin kutemani
disepanjang usiaku.
waduh merinding..., semoga dapat membalas jasa orang tua mbak,,,
ReplyDelete